Semua terjadi begitu saja. Kecelakaan yang harus berujung ke zal Rumah Sakit. Bukan saya, tapi Adikku.
Adikku terjatuh dari angkutan umum. Dia terpental keluar dari angkutan ketika sopir menghindari sebuah objek mistis (menurut sang sopir) melintas tiba-tiba saja di hadapannya.
Warnanya hitam, sopir itu tidak bisa menjelaskan bagaimana bentuknya. Objek itulah yang kemudian mengakibatkan mobil oleng, stirnya mengarah ke tengah jalan.
Pekik rem pun terdengar. Penumpang yang semua anak sekolah terkejut. Setelah itu normal kembali.
Mobil kembali berjalan normal. Tiba-tiba penumpang di atas mobil melihat tak jauh di arah belakang jika ada yang kecelakaan. Seorang menegur. Mata tersorot ke belakang.
Satu penumpang lainnya kemudian teriak. Ternyata salah satu penumpang di mobil itu menghilang. Oh, ternyata dia yang jatuh. Angkot tadi berhenti, sopir berlari melihat kondisi penumpangnya.
Adikku terbaring di atas debu jalanan tanpa sadarkan diri. Sopir dan penumpang lainnya pun mengangkat Adikku. Adikku yang satu lagi (kembarannya) juga ikut mengangkat.
Dibawalah ke rumah sakit. Dirawat, dan diobati seperti pasien lainnya. Hanya saja, karena kedelakaan, pasien tersebut tidak ditanggung BPJS. Berlaku umum atau ditanggung jasa raharja pilihannya.
Karena kamk dari keluarga tak mampu, tentu membayar biaya rumah sakit menjadi sesuatu yang amat memberatkan. Mau jual apa? Makan aja kadang sulit.
Pilihan keduanya, ditanggung Jasa Raharja. Ini harus ada laporan polisi. Mau tidak mau, sopir yang sudah bertanggung jawab mengantarkan adiku ke rumah sakit harus berurusan dengan polisi.
Melaporkam sang sopi tidak semudah yang dibayangkan. Kondisinya juga seperti kami, sebagai seorang sopir, dia hanya digaji demi makan sehari-hari. Kehidupannya pun baru-baru inj dirundung bencana.
Entah alasan apa, Pak Sopir itu ditinggalkan istrinya. Tiga orang anaknya tak satupun dibawah sang istri. Kejadiannya tak lama ketika kejadian ini terjadi.
Pikirannya hancur, ditambah musibah kecelakaan yang baru dialami penumpangnya. Jangankan biayai pengobatan penumpang, kebutuhan anaknya saja kadang tak terpenuhi.
Di sini, saya diantara dua pilihan yang sulit. Membayar biaya rumah sakit tapi uang tidak cukup, mau ditanggung jasa raharja, tapi melaporkan sopir itu.
Ini benar-benar pilihan sulit.
0 Response to "Diantara Dua Pilihan Sulit"