Puncak Maindo, Bastem, Kabupaten Luwu |
Tiga jam entah berapa menit, melalui jalur ekstrem, Puncak Maindo menanti. Luasnya pun kira-kira lima hektar lebih dengan hamparan rumput hijau.
Belum banyak yang tahu tempat ini. Apalagi mau ke sana dengan teman kantor mengisi hari libur.
Namun, akhir pekan lalu, komunitas Toekangphoto Palopo menyusup di antara rimbunnya hutan Kecamatan Bastem, Kabupaten Luwu menuju ke Puncak Maindo. Itu dengan mengambil rute Palopo-Bastem.
Dua mobil tangguh menjadi transportasi komunitas itu. Melumpuhkan bibir jurang dan tanjakan super ekstrem.
Sepanjang jalan berdebu, dingin bercampur terik menjadi satu. Setiap momen tak luput dari jepretan kamera.
Bahkan, ketika tersesat pun, komunitas ini tampak biasa-biasa saja. Memanfaatkan setiap sisi kehidupan masyarakat Bastem yang masih jauh dari sentuhan modernisasi.
Potret wanita tua dibawah lumbung beras menjadi santapan kamera seketika. Sarung lilitan khas penutup kepala wanita makin memberi warna naturalnya, ditambah pewarna di mulut bekas ma'pangngan (mengunyah kapur sirih, red).
Dampan, tujuan awal sebelum ke Puncak Maindo mengakibatkan rombongan itu tersesat. Namun, setelah mendapat petunjuk, perjalanan kembali melalui jalur keras dengan batu lepas.
Tibalah di spot pertama, namanya teras Dampan. Wilayah bukit mungil dengan pemandangan dinamis.
Kamera kembali dikeluarkan. Bias cahaya mentari di balik awan yang terpecah akibat awan menarik perhatian toekangphoto. Belum lagi makam di puncak gunung yang membuat mereka mendaki dengan kemiringan yang tak biasa.
Demi photo, mereka rela melakukan hal-hal baru dalam hidup mereka. Mendaki, jalur ekstrem, dan juga hidup di alam liar.
Bertolak dari teras dampan, para teokangphoto kemudian menghabiskan malam di Pantilang, Bastem. Bermain dengan cahaya bintang, juga mengabadikan potret kehidupan di tempat itu, mengisi waktu mereka sebelum mencapai Puncak Maindo.
"Pagi besok sebelum matahari tinggi, kita akan bertolak ke Puncak Maindo," ujar Jufri dalam lingkaran diskusi ringan di antara tenda.
Sayangnya, matahari mendahului keinginan toekangphoto ketika itu. Pukul 08.00 Wita baru mereka bergegas melawan cadas ke Puncak Maindo.
Momen pagi buta sirnah. Namun, bagi toekangphoto, ada ada saja yang menjadi objek di Puncak Maindo. Mereka seolah tak kehabisan akan mengeksplorasi keindahan Puncak Maindo yang beberapa komunitas menyebut puncak itu sebagai gunung teletubies.
Di bawah cahaya mentari di Puncak Maindo, toekangphoto mengabadikan setiap sudut lokasi yang paling cocok menjadi tempat bermain paralayang itu. Juga, hamparan rumput yang luas mendukung tempat termanis di pedalaman Luwu itu menjadi camp bagi penggiat alam bebas.
Bukit-bukit mungil dan juga kemiringan padang rumput menjadi santapan kamera. Belum lagi mereka bermain dengan siluet dan lainnya.
"Puas dengan Puncak Maindo ini. Apalagi pemandangannya mendukung hobby kami. Mungkin lain waktu, kami akan agendakan ke tempat ini lago," ujar dr Yhudi. (Samsudar Syam)
0 Response to "Manisnya Luwu di Puncak Maindo"